BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Indonesia
yang terletak pada daerah tropis dan terdiri dari kepulauan yang luas dan
memiliki pantai yang luas. Hamparan
pantai dari sabang sampai Merauke merupakan potensi yang sangat besar. Sementara pendayagunaan masih sangat kurang
pada budidaya perikanan khususnya pada udang vaname (Litopenaeus vanamei), karena budidaya udang mempunyai prospek yang
sangat cerah untuk saat ini dan yang akan datang. Dalam meningkatkan ekspor non
migas, udang merupakan salah satau komuditas untuk menambah devisa negara, hal
ini didasarkan dengan semakin membaiknya pasaran udang vaname.
Pembangunan
tambak pada umumnya dipilih di daerah sekitar pantai, khususnya yang mempunyai
atau dipengaruhi oleh sungai besar, sebab banyak petambak beranggapan, bahwa
dengan adanya air payau akan memberikan pertumbuhan udang yang lebih baik
ketimbang air laut murni. Namun tidak semua wilayah dapat dijadikan tambak
udang, dan memang harus dilakukan evaluasi untuk memilih lokasi yang sesuai
bagi pembangunan tambak. Secara umum wilayah daerah yang sangat cocok untuk
membangun tambak karena ketersediaan air laut sangat mempengaruhi bisa tidaknya
tambak beroperasi dengan sukses. Pembangunan untuk tambak sederhana hingga
penerapan teknologi intensif cukup mempunyai persyaratan tersendiri seperti
pada tambak plastik.
Dalam
proses budidaya udang vaname salah satu yang harus diperhatikan adalah
persiapan tambak. Persiapan tambak
adalah hal langkah awal yang sangat menentukan dalam budidaya udang vaname. Salah satu rantai dalam pengoprasian tambak,
sebelum benur ditebar terlebih dahulu tambak harus dipersiapkan. Pesiapan tambak yang baik merupakan salah
satu awal keberhasilan udang vaname, persiapan tambak meliputi : desain dan konstruksi tambak, persiapan
tambak hingga sarana dan prasarana.
Persiapan tambak merupakan penyediaan media atau tempat hidup benur,
hingga benur dapat hidup dengan baik selama pemeliharaan berlangsung.
1.2.
Tujuan
dan Kegunaan
Penulisan
tugas akhir ini bertujuan untuk dapat mengetahui tentang teknik persiapan tambak plastik pembesaran
udang vaname.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Biologi
Udang Vaname
2.1.1. Klasifikasi
Menurut Wyban dan Sweeney (1991)
klasifikasi udang vanname (Litopenaeus vannamei) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Sub kingdom : Metazoa
Filum : Artrhopoda
Sub filum : Crustacea
Kelas :
Malascostraca
Sub kelas :
Eumalacostraca
Super ordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Dendrobrachiata
Family : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
2.1.2.
Morfologi
Menurut
Haliman, R. W dan Adijaya, D.S (2005) tubuh udang vaname dibentuk oleh dua
cabang (biramous), yaitu Kepala (thorax) dan Perut (abdomen). Vaname memiliki tubuh berbuku-buku dan
aktivitas berganti kulit luar atau eksoskeleton secara periodik (moulting). Bagian tubuh udang vaname sudah mengalami
modifikasi sehingga dapat digunakan untuk keperluan sebagai berikut:
1. Makan, bergerak, dan membenamkan diri ke dalam
lumpur (burrowing).
2. Menopang insang karena struktur insang udang mirip
bulu unggas.
3. Organ sensor, seperti pada antena dan antenula.
a. Kepala (thorax)
Kepala udang
vaname terdiri dari antenula, antena, mandibula, dan dua pasang maxillae. Kepala udang vaname juga dilengkapi dengan
tiga pasang maxillipied dan lima pasang kaki jalan (periopoda) atau kaki
sepuluh (decapoda). Maxillipied sudah
mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Endopodite kaki berjalan menempel pada
chepalothorax yang dihubungkan oleh coxa.
Bentuk periopoda beruas-ruas yang berujung di bagian dactylus. Dactylus
ada yang berbentuk capit (kaki ke-1, ke-2, dan ke-3) dan tanpa capit (kaki ke-4
dan ke-5). Di antara coxa dan dactylus,
terdapat ruang berturut-turut disebut basis, ischium, merus, carpus, dan
cropus. Pada bagian ischium terdapat
duri yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi beberapa spesies penaeid dalam
taksonomi.
b.
Badan dan
Perut (abdomen)
Bagian badan tertutup oleh 6 ruas, yang satu sama lainnya dihubungkan oleh selaput tipis. Ada lima pasang kaki renang (pleopoda) yang melekat pada ruas pertama sampai dengan ruas kelima, sedangkan pada ruas keenam, kaki renang mengalami perubahan bentuk menjadi ekor kipas (uropoda). Di antara ekor kipas terdapat ekor yang meruncing pada bagian ujungnya yang disebut telson. Organ dalam yang bisa diamati adalah usus (intestine) yang bermuara pada anus yang terletak pada ujung ruas keenam.
Keterangan :
1.
Cepalotorax (bagian kepala)
2.
Abdomen (bagian
badan)
3.
Restrum (cucut
kepala)
4.
Mata
5.
Antenulla (sungut
kecil)
6.
Schaphoearit
(sisip kepala)
7.
Antenna (sungut
besar)
|
8.
Scale antenna (sisik sungut)
9.
Maxilliped (alat
bantu rahang)
10. Preopoda (kaki jalan 5 pasang)
11.Pleopoda (kaki renang)
12.Telson (ujung ekor)
13. Pinch (capit)
14.Uropoda (ekor kipas)
|
Gambar
1. Marfologi Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei)
2.1.3. Siklus
Hidup
Menurut Haliman,
R.W dan Adijaya, D.S (2005), udang vaname bersifat noktural, yaitu melakukan
aktifitas makan pada malam hari. Proses
perkawinan ditandai dengan loncatan betina secara tiba-tiba. Pada saat loncatan tersebut, betina
mengeluarkan sel-sel telur. Pada saat
besamaan, udang jantan mengeluarkan sperma sehingga sel telur dan sperma
bertemu. Proses perkawinan berlangsung
sekitar 1 menit. Sepasang udang vaname
dapat menghasilkan 100.000-250.000 butir telur yang menghasilkan telur yang
berukuran 0,22 mm. Siklus udang vaname
meliputistadia naupli, stadia zoea, stadia mysis, dan stadia postlarva.
2.1.4. Pakan
dan Kebiasaan Makan
Pakan yang
umumnya diberikan berupa pakan bantuan dengan jenis crumble dan pellet dan
dapat diberikan pakan tambahan lainnya (pakan segar). Pemberian pakan sejak mulai udang ditebar ke
tambak hingga pemanenan hasil.
Pengaturan pakan dimulai disesuaikan berdasarkan hasil pengamatan
sampling di lapangan. Selain pakan
buatan diberikan pula pakan segar berupa cumi segar dengan dosi 2 – 4 %
(Kusnendar. 2003).
2.1.5. Tingkah Laku Makan
Menurut
Haliman, R.W dan Adijaya, D.S (2005), udang merupakan golongan hewan omnivora
atau pemakan segala. Beberapa sumber
pakan udang antara lain udang kecil (rebon), fitoplankton, cocepoda, polyhaeta,
larva kerang, dan lumut. Udang vaname
mencari dan mengidentifikasi pakan menggunakan sinyal kimiawi berupa getaran
dengan bantuan organ sensor yang terdiri dari bulu-bulu halus (setae) yang
terpusat pada ujung anterior antenula, bagian mulut, capit, antena, dan
maxillipied. Untuk mendekati sumber
pakan, udang akan berenang menggunakan kaki jalan yang memiliki capit. Pakan lansung dicapit menggunakan kaki jalan,
kemudian dimasukkan ke dalam mulut.
Selanjutnya, pakan yang berukuran kecil masuk ke dalam kerongkongan dan
oesophagus. Bila pakan yang dikonsumsi berukuran lebih besar, akan dicerna
secara kimiawi terlebih dahulu oleh maxillipied di dalam mulut.
2.1.6. Sifat Udang Vaname
Dalam usaha pemeliharaan larva udang vaname, perlu
adanya pengetahuan tentang sifat udang vaname, menurut Haliman, R.W dan Adijaya
D.S (2005), beberapa tingkah laku udang vaname yang perlu kita ketahui antara
lain :
a. Aktif
pada kondisi gelap (sifat noktunal)
b. Dapat
hidup pada kisaran salinitas lebar (euryhaline)
c. Suka
memangsa sesama jenis (sifat kanibal)
d. Tipe
pemakan lambat, tapi terus-menerus (continuo feeder)
e. Menyukai
hidup di dasar (bentik)
f. Mencari
makanan lewat organ sensor (chemoreceptor)
2.1.7. Penyebaran dan Habitat
Penyebaran udang berbeda-beda tergantung dari jenis
persyaratan hidup dalam hidupnya. Udang vaname dapat ditemukan di perairan
pasipik dari Meksiko, Amerika Tengah dan Selatan dimana temperatur periran
tidak lebih dari 20oC sepanjang tahun (Tricahyo, 1995).
`Adapun habitat yang disukai udang vaname adalah dasar
laut yang lumer yang biasanya campuran lumpur dan pesisir (Tricahyo, 1995).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa, induk udang vaname ditemukan di periran lepas
pantai dengan kedalaman berkisar antara 70-72 meter (235 kaki). Udang vaname
menyukai daerah yang dasar perairannya berlumpur.
2.2.
Teknologi Budidaya Intensif
Tambak intensif mempunyai luas
petakan lebih kecil dari tambak ekstensif dan semi-intensif yaitu sekitar
0,4-0,5 ha, dengan tujuan adalah untuk mempermudah kontrol pergantian air,
pemberian pakan,pembersihan kotoran dan sebagainya. Pemasukan air dan pembuangan air melewati
saluran dan pintu air yang terpisah.
Pada petakan tambak intensif seluas 0,5 ha, pintu pembuangan air dan
kotoran pada umumnya diletakkan di tengah-tengah petakan tambak. Sehingga kotoran udang dapat dibuang ke luar
tambak lewat pintu tengah, karena putaran arus yang ditumbulkan oleh kincir,
air mengalirkan kotoran ke bagian tengah petaka tambak (Poernomo 2003).
Amri dan Kanna (2008), menyatakan konstruksi tambak
untuk budidaya udang vaname sama dengan konstruksi tambak untuk budidaya udang
windu. Namun, disarankan petakan tambak
berbentuk bujur sangkar dengan kedalaman 150-180 cm. Saluran air tambak (inlet) dibuat terpisah
dengan saluran pembuangan (outlet).
Kemiringan dasar tambak dirancang 0,5% kearah saluran pembuangan. Penempatan kincir atau aerator diatur
sedemikian rupa sehingga kotoran dan sisa pakan terkumpul di saluran
pembuangan. Idealnya, untuk tambak udang
vaname seluas 0,25 ha dipasang kincir air sebanyak 4 – 6 unit (Amri dan Kanna
2008).
2.2.1.
Persiapan Tambak
Persiapan tambak adalah salah satu rantai pengoprasian
tambak, sebelum melakukan penebaran benur terlebih dahulu lahan dipersiapkan,
persiapan tambak yang layak merupakan awal untuk budidaya udang vaname. Persiapan tambak meliputi konstruksi tambak,
sarana dan prasarana. Tujuan dari
persiapan tambak adalah untuk menyediakan tempat atau media benur sehingga
tumbuh dengan baik (Lim dalam Ahmad
Yakin, 1999). Selanjutnya dikatakan oleh
Lim (1993), bahwa kegiatan persiapan tambak pada tambak plastik meliputi antara
lain : pembersihan tambak, pengeringan, perbaikan tambak, pemasangan sarana dan
prasarana tambak selanjutnya dilakukan pengisian air.
Pembersihan tambak yaitu dibersihkan dari segala
kotoran yang tidak dimanfaatkan oleh tambak atau kotoran tersebut yang dapat
menyebabkan terganggunya kehidupan udang selama pemeliharaan (Harianto, 1998).
Pengeringan pada tambak plastik untuk membunuh tritip yang melekat pada dinding
dan dasar tambak serta mengoksidasi bahan organik sedangkan pengeringan pada
tambak dasar tanah dilakukan sampai tanah dasar retak-retak (Harianto, 1998).
Sebelum tambak diisi air sarana pendukung tambak
seperti saringan, outlet/inlet, pemberat kincir, stik level, hurus diadakan
pengecekan dan dipasang terlebih dahulu, selanjutnya pengisian air hingga
mencapai ketinggian 30-50 cm (Harianto,1998).
2.2.2. Air Media Pemeliharaan
Kualitas air tambak pada budidaya udang vaname
haruslah dalam keadaan optimal, utamanya salinitas dan pH air. Udang vaname memiliki toleransi yang cukup
besar antara 3 ‰ sampai 48 ‰ (Tseng dalam
Ahmad Yakin, 1999). Udang vaname
mempunyai toleransi yang cukup tinggi terhadap salinitas, akan tetapi di bawah 10 ‰ dan di atas 43 ‰ dapat menyebabkan kematian yang cukup tinggi,
oleh sebab itu salinitas dalam keadaan optimal yaitu 18 ‰ sampai 30 ‰, dalam
budidaya udang vaname juga diperhatikan adalah derajat keasaman atau pH air, ,
pH atau derajat keasaman yang baik bagi
budidaya udang vaname adalah 7,5 sampai 8,5 (Mujiman dan Suyanto, 1990).
Dalam budidaya udang vaname, sistem budidaya mempunyai
kreteria tersendiri salah satunya adalah luas tambak. Luas petakan semi intensif 1 hektar sampai 3
hektar dan pada tambak intensif 0,2
sampai 0,5 hektar, makin kecil petakan tambak makin mudah dalam pengelolaan
airnya (Mujiman dan Suyanto, 1990).
BAB
III
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Waktu
pelaksnaan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) dimulai pada tanggal 22
Maret sampai dengan tanggal 22 Juni 2012.
Di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa
Tengah.
3.2. Metode Pengumpulan Data
3.2.1 Observasi
Observasi adalah pengamatan secara langsung
kegiatan yang dilakukan secara lansung dilapangan dalam lingkungan BBPBAP
Jepara, Jawa Tengah.
3.2.2 Wawancara
Wawancara dilakukan dengan para staf peneliti dan petugas
untuk memperoleh data yang akurat, pengetahuan dan keterampilan yang cukup
dalam usaha pembesaran maka dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya
wawancara dengan pihak yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan keahlian
sehingga melalui wawancara ini praktikan memperoleh pengetahuan ataupun
keterampilan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang didapat
di lapangan.
3.2.3 Pencatatan Data
Sekunder
Metode ini dilakukan dalam rangka mengumpulkan data-data
tentang keadaan umum balai menyangkut tata letak, tata kerja organisasi
kepegawaian, sarana dan prasarana.
3.3. Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
Tabel 1. Alat
yang digunakan dalam persiapan tambak
NO
|
Alat
|
Fungsi
|
1
|
Palu
|
Pemukul patok
|
2
|
Cangkul
|
Menggali dan menutup lubang serta
membuat tanggul
|
3
|
Pompa Superjet
|
Alat untuk menyemprot sisa lumpur dan
tritip
|
4
|
Keranjang
|
Untuk mengangkat lumpur dan tritip
|
5
|
Skop sampah
|
Alat untuk mengangkat kumpulan lumpur
dan tritip masuk kekeranjang
|
6
|
Sabit
|
Alat untuk mengeruk tritip dan
merucingkan patok
|
7
|
Pompa celup 8 inch
|
Alat untuk pemasukan air kebak tandon
dan petakan pembesaran
|
8
|
Saringan
|
Untuk menyaring kotoran pada saat
pumasukan air
|
9
|
Ember
|
Sebagai tempat kaporit
|
10
|
Gayung
|
Alat untuk menebar kaporit
|
11
|
Timbangan
|
Alat untuk menimbang kaporit
|
12
|
Kincir
|
Sebagai penyuplai oksigen
|
13
|
Pemberat
|
Tempat tiang kincir
|
14
|
Tiang
|
Sebagai penahan kincir
|
15
|
Obeng dan Tang
|
Alat untuk menyambungkan kabel kincir
dengan instalasi listrik
|
16
|
Instalasi Listrik
|
Alat untuk mengoprasikan kincir
|
3.3.2 Bahan
Tabel 2. Bahan
yang digunakan dalam persiapan lahan tambak
No
|
Bahan
|
Keterangan
|
1
|
Bambu
|
Dijadikan patok untuk menahan plastik
pada bagian atas
|
2
|
Plastik
|
Untuk menahan atau menampung air
|
4
|
Kaporit
|
Membunuh organisme mikro
|
5
|
Ari media
|
Untuk mengencerkan kaporit
|
3.4. Metode Kerja
3.4.1. Pemasangan Plastik
Ø Alat dan bahan disiapkan
Ø Plastik ditarik
lalu dipotong hingga membentuk beberapa lembaran
Ø Setelah plastik terpotong lalu ditempatkan pada posisi yang ingin dipasangi plastik lalu
diberi patok pada bagian atas.
Ø Setelah plastik sudah berada pada posisi yang diiginkan
maka plastik disatukan dengan menggunakan alat press (walder).
3.4.2. Pengeringan, Pembersihan, Pencucian
Ø Alat dan bahan disiapkan
Ø Dilakukan pengeringan dengan cara membuka pintu outlet,
dan pengeringan dilakukan selama 3-5 hari
Ø Setelah itu dilakukan pengerukan tritip dan lumpur
kemudian dikumpulkan dengan menggunakan sapu lidi
Ø Tritip dan lumpur yang sudah dikumpulkan kemudian
dimsukkan ke dalam keranjang dengan menggunkan skop sampah lalu dibuang
Ø Kemudian dilakukan pencucian pada dinding dan dasar
tambak dengan menggunakan pompa superjet
3.2.3. Pemasukan Air Tandon
Ø Alat dan bahan disiapkan
Ø Pemasangan pompa dilakukan pada sumber air (petak tandon
pertama)
Ø Setelah pompa terpasang maka dilakukan pemasangan waring
hitam pada sekeliling pompa dan pemsangan saringan kasa (saringan hijau) pada
ujung pipa pemasukan air
Ø Setelah semua telah terpasang maka siap dilakukan
pemompaan air ke petak tandon
2.3.4. Pengelolaan Air Tandon
Ø Alat dan bahan disiapkan
Ø Kaporit ditimbang sebanyak 10 ppm (5 kg) guna untuk
memberantas hama pada petak tandon
Ø Lalu kaporit diencerkan dengan menggunakan air tandon
Ø Setelah itu kaporit siap untuk ditebar secra merata
kepetakan tandon.
Ø Air tandon di diamkan selama 3-5 hari hingga air tandon
agak kelihatan jernih dan bauh kaporitnya menghilang lalu siap difungsikan.
2.3.5. Pemasukan Air Petak
Pemerliharaan
Ø Pompa celup dimasukkuan ke petakan tandon
Ø Sebelum melakukan pemasukan air ke media pemeliharaan
ujung pipa pemasukan dipasangi saringan planktonet dan saringan kasa (saringan
hijau) guna untuk menahan saringan plankton agar tidak mudah robek
Ø Setelah itu air tandon siap disalurkan ke petakan
pemeliharaan
2.3.6. Inokulan Plankton
Ø Alat
dan bahan disiapkan
Ø Bibit cholorella sp
di ambil dari Lab. Pakan alami sebanyak 250 liter dengan menggunakan kantongan.
Ø Kantong bibit diangkat ke media
Ø Kantong dibuka, dan bibit cholorella sp di lepaskan kemedia budidaya
2.3.6. Pemasangan dan Pengoperasian
Kincir
Ø Alat disiapkan
Ø Jarak antara kincir diukur
Ø Pemberat ditempatkan pada posisi yang telah ditentukan
Ø Kincir diletakkan di atas pemberat dan diberi tiang
sebagai penahan agar kincir tidak bergeser pada saat dioprasikan
Ø Kabel kincir disambungkan dengan instalasi listrk
Ø Setelah itu maka kincir siap untuk dioprasikan.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1. Persiapan Wadah
4.1.1. Desain dan
Konstruksi Tambak
4.1.1.1. Petakan Tambak
Petakan tambak berbentuk empat persegi panjang, dengan
konstruksi tanah dilapisi plastik, plastik yang digunakan dari jenis High
Density Poly Etilen dengan ketebalan 0,75 mm, namun tambak yang digunakan juga memiliki ukuran, panjang
50 m, lebar 40 m dan kedalaman 1,50 m, dengan
seluruh permukaan dasar tambak tertupi oleh plastik. Plastik jenis HDPE
digunakan karena memiliki ke unggulan seperti tahan bocor (kedap air), tidak
memerlukan waktu yang lama dalam persiapan lahan pada pembersihan lumpur dan
pengerukan tritip, selain itu mudah
untuk melakukan penyiponan dasar tambak.
4.1.1.2. Pematang Tambak
Pematang tambak berfungsi untuk menahan air dalam
petakan, sehingga air tambak selalu berada pada level yang sesuai dengan
pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang.
Dinding pematang tambak yang dilapisi plastik untuk mencegah
berkurangnya air tambak akibat kebocoran pematang, pada bagian atas pematang
ditutupi plastik selebar 10 cm, lebar untuk jalanan 1 m dan ketinggian 1,50 m.
Ukuran tersebut, merupakan ukuran yang
layak kegiatan budidaya karena mudah dalam melakukan pengontrolan serta
optimalisasi fungsi pematang tambak, namun pada setiap sudut tambak dibuat agar
berbentuk melengkung dengan tujuan agar dapat meminimalkan daerah titik mati
dan pembuatan tanggul pada bagian atas dengan lebar 10 cm yang telah tertutupi
plastik dimana ujung plastik dibenamkan 5-10 cm lalu dicor dengan tujuan
memperkuat bentangan plastik. Dengan luas tambak 2000 m2 merupakan
luasan tambak yang optimal untuk tambak budidaya secara intensif karena dapat
mencapai kepadatan benur 100-125 ekor/m2. Selain itu, dapat memudahkan dalam pemberian
pakan dengan tujuan agar udang mudah untuk melakukan pencarian sumber makanan
sehingga pakan yang diberikan tidak terlalu banyak terbuang, hingga pakan yang
dibutuhkan selama pemeliharaan sampai pemanenan tidak terlalu banyak. Dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut :
Tabel
3. Hasil panen
Luas
(m2)
|
Jumlah
tebar
|
Bobot
(g)
|
Size
(ekor/kg)
|
SR
(%)
|
Biomassa
|
Jumlah
pakan(kg)
|
FCR
|
2000
|
200000
|
18,45
|
54.0
|
59%
|
2.167
|
3772
|
1,74
|
4.1.1.3. Central Drain
Tujuan central drain yaitu saluran
pembuangan air dari tambak yang letaknya di tengah tambak yang berfungsi :
a) Membuang air saat pergantian air dan saat pemanenan
b) Tempat pembuangan lumpur, kotoran dan sisa pakan yang
terdorong akibat putaran kincir.
Pada bagian central drain, dibawah plastik terdapat kotak central drain
yang terbuat dari beton dengan ukuran
panjang 2 m, lebar 2 m dan diberi pipa PVC yang berdiameter 8 inch. Pada central drain ini di hubungkan langsung
dengan saluran pengeluaran sebagai saluran air disaat melakukan pergantian air
dan pemanenan.
Gambar 2. Central Drain
4.1.1.4. Kotak Central Drain
Yaitu
kotak yang berfungsi untuk menempatkan sock sebagai pintu pengeluaran air
tambak yang letaknya pada bagian central drain.
Kotak central drain tersebut terbuat dari beton dengan ukuran : panjang, lebar masing-masing 2 meter.
Kotak
central drain juga berfungsi untuk melindungi pipa pembuangan dari bahaya
erosi. Sock adalah pipa letaknya pada bagian central drain yang disambungkan
dengan filter 1 dan Sock pada bagian saluran pengeluaran digunakan untuk
membuka atau menutup aliran dari central drain.
4.1.1.5. Plastik
Kebutuhan
plastik untuk tambak plastik dalam setiap petakan tambak dibutuhkan dua roll
dengan panjang ± 365 m dengan lebar 3 m dengan ketebalan 0,75 mm. Plastik dipotong menjadi beberapa lembaran
yang sesuai dengan panjang 60 m perlembarnya, kemudian plastik disambungkan
dengan alat press (walder) sehingga menjadi satu lembaran yang cukup menutupi
seluruh permukaan tambak dan pematang.
Tujuan dari pemasangan plastik
agar tambak menjadi kedap (tidak bocor) sehingga air yang ada dalam tambak
tidak berkurang, juga memudahkan dalam pengelolan kualitas air juga pada
persiapan lahan, seperti pengerukan tritip dan penyemprotan lumpur. Plastik yang digunakan adalah HDPE (Gambar
3).
Gambar 3.
Plastik yang Digunakan pada Budidaya Udang Vaname di BBPBAP Jepara
4.1.1.6. Sarana
Pendukung Tambak
a. Kincir
Setiap
tambak dilengkapi dengan 4 buah kincir dengan jumlah pelampung dan
baling-baling 2 buah dengan power 1 hp.
Fungsi
kincir yaitu :
-
Menambah O2 terlarut
dalam tambak
-
Mengarahkan kotoran
agar berkumpul pada bagian central drain dengan melalui putaran arus yang
dibuat oleh kincir
-
Memepercepat pencampuran air saat turun hujan.
Pemasangan
kincir pada saat PL-tebar sampai dengan umur 50 digunakan hanya dua buah kincir
saja dan setelah umur 50 keatas semua kincir digunakan dihidupkan terus menerus
agar kebutuhan oksigen terlarut dalam tambak terpenuhi sehingga organisme yang
dipelihara tidak mengalami kekurangan oksigen.
Namun kincir yang digunakan empat buah di tempatkan pada bagian sisi
sudut petakan tambak dengan jarak 2 meter dari pematang tambak.
Petak tambak Cetral Drain
Kincir Arah arus
Gambar 4. Posisi Kincir
Gambar 5. Setting Kincir dan Instalasi
Listrik
b. Pompa
Gambar 6. Pompa Celup yang Digunakan
pada Budidaya Udang Vaname
Pompa
superjet digunakan disaat melakukan perbersihanan tambak dari segala kotoran
seperti halnya lumpur hitam dan tritip yang terdapat pada dasar tambak dengan
cara penyemprotan dasar dan dinding tambak.
c. Timbangan
Alat
ukur berat atau timbangan yang dibutuhkan di tambak udang ada dua, yaitu
timbangan halus dan timbangan kasar. Timbangan halus atau timbangan analitik merupakan
timbangan yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan udang selama masa
pemeliharaan. Timbangan ini bnayak diguankan ketika disaat melekukan sampling pertumbuhan udang.
Gambar
7. Timbangan Duduk dan Timbangan Analitik
d. Filter T Sipon
Gambar
8. Filter T Sipon
e. Stik Level
Gambar
9. Stik Level Ketinggian Air
f. Saringan
Gambar 10. Saringan Pemasukan Air
g. Jala
Jala
merupakan salah satu sarana penunjang dalam budidaya udang vaname secara
intensif. Alat ini difungsikan untuk
menangkap udang disaat melakukan sampling pertumbuhan agar dapat memperkirakan
angka kelangsungan hudup (SR) dan bobot rata-rata udang untuk menentukan
biomassa udang. Namun jala yang digunakan dari jenis jala lempar dengan luas
bukaan jala 2 meter .
h. Anco
Anco
dalah merupakan alat yang berbentuk persegi empat terbuat dari kawat besi
dengan ukuran 5 mm dan saringan hijau dengan ukuran 0,5 mm. Selain itu, untuk
mengontrol kesehatan udang secara visual, nafsu makan dan pertumbuhan udang. Alat ini juga merupakan alat bantu untuk
memantau dan menduga kebutuhan pakan seacara akurat.
Perinsip
dari pemakian anco yaitu jumlah pakan yang ditebar kedalam anco lebih besar
dibandingkan jumlah pakan yang ditebar kedalam tambak. Artinya, bila pakan
dalam anco habis, dapat dipastikan bahwa pakan dalam tambak pun telah habis.
Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kemiringan tambak, posis
anco, dan kecerahan anco.
Gambar
11. Anco yang Digunakan untuk Mengontrol Pakan
4.1.1.7. Pengeringan
Tambak
Pengeringan pada tambak intensif pada
umunya dilakukan selama 3-5 hari atau tergantung kondisi cuaca, namun tambak
pada hakekatnya dilakukan setelah pemanenan, fungsi dari pengringan untuk
memutus siklus hidup organisme patogen yang terdapat pada petakan kemungkinan
masih ada di tambak.
Selama pengeringan, dilakukan
pengangkatan lumpur dasar tambak secara selektif, yakni dilakukan terhadap
lumpur yang mengandung amoniak (NH3) atau asam sulfida (H2S).
Menurut Kokarin dalam Khairul Amri
(1999), bahwa tanah atau lumpur yang berada ditengah tambak tidak selamanya
harus dibuang, dengan pertimbangan bahwa
lumpur dapat menjadi sumber nutrien dalam pertumbuhan fitoplankton. Selain itu,
pada saat mengalami pergantian kulit (moulting), udang pada umumnya berlindung
dengan cara memasukkan badannya kedalam lumpur
untuk menghidari pemangsaan (kanibalisme) dari udang lainnya.
Gambar 12. Proses Pengeringan Tambak
4.1.1.8. Pembersihan
dan Pencucian Tambak
Gambar
13. Proses Pembersihan dan Pencucian Tambak
4.1.1.9. Pengecekan
Sarana Pendukung
Pengecekan sarana pendukung tambak
sangat penting dilakukan sebelum melakukan usaha budidaya. Karena biasanya
tambak yang dipanen sarana pendukung tambak banyak yang rusak. Sarana pendukung tambak antara lain :
a. Filter 1, kerusakan yang sering di alami yaitu pecah dan
patah
b. Saringan, sering mengalami robek
c. Plastik tambak rusak, robek, atau bocor. Hal ini dapat terjadi akibat, pada saat
pengerukan tritip
d. Kincir, pompa dan instalasinya, sering mengalami
kerusakan pada bagian baling-baling kincir, oli mesin belum terganti dan
instalasinya tidak berfungsi
e. Anco, kerusakan yang sering terjadi adalah saringan hijau
robek dan rangkanya patah
f. Stik level, skala pentunjuk ketinggian airnya sering
luntur
Apabila
diketahui bahwa sarana pendukung tambak tersebut telah mangalami kerusakan
seperti yang disebutkan diatas, maka segara dilakukan perbaikan. Jika dalam
proses perbaikan sarana tersebut sudah tidak bisa lagi dilakukan perbaikan maka
harus diganti dengan yang baru.
4.1.
Persiapan
Media
4.1.1.
Persiapan Air
a. Pemasukan air ke tandon
Dalam
proses budidaya pemasukan air tandon merupakan salah satu langkah awal
persiapan air. Pemasukan air kepetakan tandon dengan menggunakan pompa 8 inch
dan pada ujung pipa saluran pemasukan diberi saringan kasa (saringan hijau)
agar kotoran yang ikut terhisap tidak langsung masuk ke bak tandon. Kemudian
dilakukan perlakuan dengan pemberian kaporit. Pemberian kaporit pada air tandon
merupakan langkah untuk mambunuh mikro dan makro organisme dengan dosis 10 ppm
dengan luas tandon 500 m2.
Gambar
14. Pemasukan Air ke Tandon
b. Pemasukan air ke wadah pemeliharaan
Pemasukan
air ke wadah pemeliharaan secara bertahap hingga ketinggian air mencapai
sekitar 100 cm. Pemasukan air ke wadah
pemeliharaan sama halnya dengan peamasukan air ke petak tandon, juga
menggunakan pompa celup 8 inch yang diujung pipa dipasangi dengan saringan
planktonet 250 mikron dan saringan kasa (saringan hijau) yang berfungsi
mencegah hama masuk ke dalam wadah pemeliharaan . Namun air yang digunakan
yaitu air yang telah diendapkan dan ditreatment menggunakan kaporit dengan
dosis 10 ppm. Selanjutnya air di aduk
dengan menggunakan kincir hingga airnya terlihat menjadi jernih.
Gambar
15. Pemasukan Air ke Wadah Pemeliharaan
4.1.2.
Inokulan
Plankton
Pemberian inokulan (bibit) plankton pada media air petakan, sebaiknya dari
jenis fitoplankton Chlorella sp, Skeletonema sp, dan Dunalaila sp. Penumbuhan plankton bagi udang dalam sumber
sebagai oksigen dan juga sebagai sumber pakan alami pada awal pemeliharaan.
Selain itu pakan alami melengkapi nutrisi yang tidak terdapat di pakan pellet
serta dapat sebagai pembentukan warna air sehingga bunur terlindung dari sinar
matahari. Dengan tingkat kelimpahan plankton yang diukur dengan kecerahan air
awal berkisar 40 – 45 cm. Apabila selama waktu tersebut di atas belum tumbuh
plankton yang optimal, maka perlu dilakukan kembali pemberian pupuk dan
inokulan fitoplankton susulan hingga mencapai kondisi kelimpahan plankton yang
stabil.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa
(PKPM) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air
Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah maka dapat
disimpulkan bahwa:
1)
Persiapan
tambak adalah salah satu rantai dalam pengoprasian tambak, sebelum benur
ditebar terlebih dahulu tambak harus dipersiapkan dengan baik.
2)
Dengan luasan
tambak 2000m2 adalah luasan efektif untuk tambak itensif karena
dapat menampung dengan kepadatan benur 100-120 ekor/m2.
3)
Persiapan media
dalam pembesaran udang vaname ada beberapa tahapan seperti, pemasukan air ke
bak tandon dan pemasukan air ke wadah pemeliharaan dan inokulan plankton
sebelum benur di tebar.
5.2 Saran
1) Persiapan tambak perlu diperhatikan dengan baik agar pada
tahap selanjutnya tidak mengalami kesulitan untuk memulai kembali.
2) Pengelolaan air juga sangat diperhatikan karena sebagai media
tumbuh dan media pembawa penyakit bagi udang.
DAFTAR PUSTAKA
Amri. K. dan
Kanna. 2008. Budidaya Udang Vaname Secara
Intesif, Semi Intesif dan Tradisional. Rahasia Sukses Usaha Perikanan. PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Aninumous, 1995.
Prsiapan Tambak Langkah Awal Yang
Menentukan. Warta Dipasena, Lampung.
Haliman, R. W. dan Adijaya D. S., 2005. Udang
Vaname. Penebar Swadaya, Jakarta.
Harianto, 1998. Teknik Budidaya Udang Windu pada Tambak
Plastik. Intitut Perikanan Yogyakarta, Yogyakarta.
Kusnendar, E.
2003. Petunjuk Teknis Budidaya Udang
Vaname Semi Intensif. Depertemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Mujiman.
A, 2004. Pemeliharaan Udang Vaname. Penerbit
Indah, Surabaya,
Jawa Timur.
Mujiman. A. dan
Suyanto, S. R., 1990. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya, Jakarta.
Poernomo, A.
2003. Teknologi Probiotik Untuk Mengatasi
Untuk Mengatasi Permasalahan Tambak Udang Dan Lingkungan Budidaya.
Semarang.
Tricahyo,
E. 1995. Biologi dan Kultur Udang Windu
(Panaeus monodon). Akademika Persindo, Jakarta.
Wyban,
James A. dan Sweeny, James N. 1991. Intensive
Shrimp Production Technoloy. The Oceonic Institute Shrimp Manual. Hawaii
Yakin, A. 1999. Teknik Persiapan Tambak Plastik Dalam
Meningkatkan Produksi Udang Windu. Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar